Puji Prestasi Soeharto, Bahlil Banjir Komentar Netizen
Jasa Sosial Media – Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menyampaikan rasa terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto atas pemberian gelar pahlawan nasional kepada kader legendaris Golkar sekaligus Presiden ke-2 RI, Soeharto. Menurut Bahlil, gelar tersebut sangat layak diberikan karena perjuangan dan kontribusi Soeharto bagi pembangunan Indonesia.
“Partai Golkar lewat mekanisme mengusulkan kepada Pak Presiden Prabowo untuk diberi gelar pahlawan. Alhamdulillah, lewat mimbar terhormat ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Pak Presiden yang telah menganugerahi Pak Harto sebagai pahlawan nasional,” kata Bahlil pada puncak HUT ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan.
Bahlil kemudian menyampaikan berbagai prestasi Soeharto, mulai dari pertumbuhan ekonomi yang disebutnya bisa mencapai di atas 7% hingga inflasi yang terkendali pada masa tersebut.
“Alhamdulillah di bawah Presiden Pak Harto kita mampu pertumbuhan ekonomi di atas 7%, menurunkan inflasi di bawah 15%, swasembada pangan, swasembada energi. Teknologi kita juga baik, bahkan kita terkenal dengan Macan Asia,” ujar Bahlil.
Menurutnya, tidak berlebihan jika Soeharto disebut sebagai Bapak Pembangunan, karena fondasi nasional banyak diletakkan pada era pemerintahan Soeharto.
Pro Kontra Merebak, Netizen Ikut Ramai
Bahlil mengakui bahwa pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto menimbulkan pro dan kontra. Ia menyebut perbedaan pendapat adalah hal yang wajar.
“Kami menghargai pro dan kontra, tapi hal itu biasa,” ucapnya.
Di media sosial, netizen langsung meramaikan isu ini. Sebagian mendukung keputusan tersebut karena menilai Soeharto memiliki kontribusi besar dalam pembangunan nasional. Namun, banyak netizen lain yang menolak, mengingat rekam jejak kontroversial Soeharto, termasuk isu pelanggaran HAM dan gaya kepemimpinan otoriternya.
Soeharto Masuk Daftar 10 Pahlawan Nasional 2025
Pada Hari Pahlawan 10 November 2025, Presiden Prabowo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh di Istana Negara. Salah satunya adalah Soeharto.
Keputusan ini memicu polemik di berbagai kalangan, termasuk di lini masa media sosial tempat netizen saling berdebat mengenai kelayakannya.